UU ITE: Antara Perlindungan Digital dan Ancaman terhadap Kebebasan Berekspresi
Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini telah banyak digunakan untuk mempidanakan warganet, aktivis, hingga jurnalis, hanya karena menyampaikan kritik atau opini yang dianggap menyinggung pihak tertentu. Ironisnya, niat untuk menertibkan ruang digital justru sering berujung pada kriminalisasi suara-suara kritis.
Dilema ini memperlihatkan bahwa UU ITE, meski dibutuhkan, masih menyisakan celah interpretasi hukum yang bisa berdampak negatif pada demokrasi. Indonesia sebagai negara demokratis seharusnya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Kritik yang konstruktif, meskipun tajam, tidak seharusnya dianggap sebagai kejahatan.
Revisi terhadap UU ITE sudah beberapa kali diwacanakan, bahkan dilakukan sebagian, namun persoalan mendasar belum sepenuhnya teratasi. Diperlukan political will yang kuat dari pemerintah dan DPR untuk memastikan bahwa UU ini benar-benar menjadi alat perlindungan, bukan penindasan. Transparansi, partisipasi publik dalam penyusunan regulasi, serta pemahaman aparat penegak hukum terhadap semangat demokrasi menjadi kunci.
Pada akhirnya, perlindungan digital dan kebebasan berekspresi bukanlah dua hal yang harus saling meniadakan. Keduanya bisa berjalan seiring, selama aturan hukum dibuat dengan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. UU ITE harus menjadi instrumen yang menjamin keamanan di dunia maya sekaligus menjaga kebebasan warga negara untuk bersuara.
Kesimpulan
UU ITE memiliki peran penting dalam mengatur dan melindungi aktivitas digital masyarakat. Namun, sejumlah pasalnya, terutama Pasal 27 ayat (3), dinilai berpotensi mengancam kebebasan berekspresi karena rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik. Meski revisi telah dilakukan, masih diperlukan upaya serius dari pemerintah dan DPR untuk memastikan UU ini benar-benar berpihak pada keadilan, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia. Perlindungan digital dan kebebasan berekspresi harus bisa berjalan berdampingan melalui regulasi yang adil dan tidak represif.
Wahyu.
Post a Comment